Birohukumindonesia.com – Akhir-akhir ini, ramai mengenai berita tentang Tom Lembong salah satu Menteri Perdagangan Kabinet era Jokowi yang diduga melakukan korupsi terhadap ekspor gula. Ia sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dan denda 750 juta rupiah.
Abolisi terhadap Tom Lembong diajukan oleh permohonan Presiden Prabowo Subianto ke DPR RI yang pada akhirnya DPR RI menyetujui permohonan dari Presiden tersebut. Abolisi ini akhirnya menjadi banyak perbincangan di jagat maya dan menjadi viral.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menduga telah terjadi adanya penyalahgunaan wewenang di Kementrian Perdagangan yang dilakukan dalam upaya pemenuhan stok gula nasional dan stabilitasi harga gula nasional
Selain itu, Kementrian Perdagangan juga diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan untuk mengimpor gula kristal mentah yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih kepada pihak yang tidak berwenang.
Apa itu Abolisi?
Abolisi berasal dari bahasa Inggris “abolition” yang artinya penghapusan atau pembasmian. Lengkapnya, merupakan bentuk penghentian hukuman atau peniadaan seluruh proses pidana terhadap seseorang yang merupakan kewenangan dari Presiden.
Jika dilihat secara teknis, proses permohonannya diberikan pada seseorang yang masih dalam proses peradilan yang dimana kemudian seluruh proses tersebut dihentikan oleh Jaksa.
Ketika sudah menjalani proses abolisi, maka seseorang tidak dianggap bersalah atau tidak bersalah melainkan proses hukum seluruhnya dihentikan sebelum sampai pada putusan akhir yang berkekuatan hukum tetap oleh Majelis Hakim.
Abolisi merupakan salah satu hal prerogaktif atau hak istimewa yang dimiliki oleh Presiden dan bisa diberikan kepada seseorang yang sedang berjalanan proses peradilannya dengan tetap mempertimbangkan banyak hal dan harus meminta persetujuan DPR RI.
Alasan dari pemberian penghentian proses hukum tersebut adalah karena Presiden menganggap dengan dilanjutkan proses hukum tersebut, maka akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stabilitas pemerintahan maupun kepentingan nasional.
Untuk bisa mengajukan permohonan tersebut, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, terpidana masih belum menyerahkan diri kepada pihak berwajib, atau sudah menyerahkan diri namun proses hukumnya masih terus berjalan.
Kedua, terpidana sedang menjalani atau telah menyelesaikan masa pembinaan serta menunjukkan niat baik untuk bisa berubah.
Ketiga, terpidana berada dalam tahanan selama proses pemeriksaan, penyelidikan, atau penyidikan sedang berlangsung. Ketiga syarat tersebut menjadi pertimbangan penting yang bisa menunjukkan apakan seorang individu layak mendapatkannya.
Landasan Hukum Abolisi di Indonesia
Landasan hukum mengenai abolisi di Indonesia telah dituangkan dalam:
1. Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
“Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
2. Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954
Di dalam Undang-Undang Pelaksana seperti Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 mengatur mengenai abolisi dan amnesti.
Proses Pengajuan Abolisi
Berdasarkan konstitusi di Indonesia, abolisi merupakan kewenangan yang dapat diajukan oleh Presiden tetapi atas pertimbangan dari DPR. Berikut ini adalah proses pengajuannya ke DPR oleh Presiden:
1. Pengajuan oleh Presiden
Proses awal yaitu Presiden mengajukan permohonan kepada pimpinan DPR yang berisi pertimbangan abolisi untuk individu yang akan diberikan penghentian proses hukuman.
2. Pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat
Setelah permohonan diajukan oleh Presiden, maka DPR akan membahas mengenai permohonan tersebut dalam forum dan pimpinan DPR akan menugaskan alat kelengkapan Dewan Komisi III (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan).
3. Rapat dengan Pemerintah
Selanjutnya, Komisi III DPR akan mengadakan rapat bersama untuk konsultasi dengan pemerintahan seperti Menteri Hukum dan HAM untuk meminta bahan pertimbangan lebih lanjut.
4. Pemberian Pertimbangan
Setelah membahas dengan para pihak yang relevan untuk meminta pertimbangan, selanjutnya DPR akan menyampaikan hasil pertimbangannya kepada Presiden baik itu menolak maupun menerima.
5. Penerbitan Keputusan Presiden (KEPPRES)
Apabila DPR memberikan pertimbangan persetujuan, maka Presiden akan menindaklanjuti pertimbangan tersebut dengan menerbitkan Keputusan Presiden sebagai sebuah landasan hukum formal.
Itulah tadi mengenai pengertian, landasan hukum, dan proses pengajuan abolisi. Dari kasus Tom Lembong dapat diambil kesimpulan, jika seseorang yang masih dalam proses peradilan bisa dihentikan seluruh proses hukumnya jika mendapat abolisi yang diajukan Presiden.
Setelah mendapat persetujuan dari DPR, Presiden sangat berhak secara resmi menghentikan seluruh penuntutan hukum terhadap individu melalui Surat Keputusan Presiden.
Baca Juga: Reformasi Hukum Perburuhan: Perlindungan Hak Pekerja di Era Modern