By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Biro Hukum IndonesiaBiro Hukum IndonesiaBiro Hukum Indonesia
  • Home
  • Berita
  • Informasi
  • Undang-undang
  • Politik
  • Bantuan Hukum
  • Contact
Search
  • Sitemap
  • Redaksi
  • Kebijakan Privasi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Reading: Kedudukan Buku Nikah UU Perkawinan
Sign In
Notification Show More
Aa
Biro Hukum IndonesiaBiro Hukum Indonesia
Aa
Search
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Sitemap
  • Redaksi
  • Kebijakan Privasi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Uncategorized

Kedudukan Buku Nikah UU Perkawinan

Ihsanul Fikri
Last updated: 2023/12/01 at 8:45 AM
Ihsanul Fikri

Menurut Hukum Islam, semua yang berhubungan  manusia dengan manusia (Muamalah) diperintahkan untuk dicatat, salah satunya perkawinan. Berdasarkan penjelasan dalam Al-Quran pada surah Al-Baqarah ayat 282. Pencatatan perkawinan dan akta nikah merupakan bukti otenti yang memuat peristiwa hukum perkawinan, dan menjadikan perkawinan tersebut memiliki kekuatan hukum yang pasti.

Kedudukan buku nikah dalam pernikahan merupakan hal yang penting, sebagaimana yang dicantumkan dalam Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 Pasal 1 Pernikahan merupakan suatu persirtiwa yang sakral menjalin ikatan lahir batin antara seorang ptia dan wanita sebagai suami dan istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang mahaesa. Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan.

Bagaimana Kedudukan Buku Nikah UU Perkawinan

Pada pasal 2 ayat (2) kemudian dilanjutkan bahwa setiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun pencatatan dilakukan saat peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat keterangan  buku nukah yang resmi juga dimuat dalam daftar pencatatan.

Dalam proses perkawinan sendiri sejatinya tertulis dalam sebuah buku akta nikah bertujuan untuk  tertib administrasi, dan kepastian hukum khusunya bagi umat Islam. Buku nikah merupakan bukti pengakuan negara atas terjadinya sebuah pernikahan yang telah berlangsung antara suami dan istri, ketika negara telah mengakui pernikahan maka hal tersebut bisa mencegah fitnah dan memberikan status hubungan kedua bela pihak antara suami dan istri.

Buku nikah juga memiliki urgensi dalam mengurus dokumen anak-anak, memudahkan pengurusan hak asuh anak, dan dapat menjelaskan status anak sehingga tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan setelah terjadinya perceraian. Selain itu dalam aspek sosial buku nikah juga dapat mempermudah akses layanan publik, baik itu dalam pembuatan paspor, pengajuan kredit dan lain sebagainya.

Kedudukan Buku Nikah UU Perkawinan

Selain itu salah satu peraturan pencatatan perkawinan lebih rinci diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Buku I, pada Bab II Pasal 5-7 ayat (1)

Pasal 5  ayat (1) Agar terjaminnya ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat. Ayat (2) Pencatatan perkawinan pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 jo Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954

Pasal 6 ayat (1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasar 5, setiap pperkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan pegawai Pencata Nikah. Ayat (2) Perkawinan yang  dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencata Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 7 ayat (1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat Pegawai Pencatat Nikah. Ayat (2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama. Ayat (3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:

(a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraiaan;

(b) Hilangnya Akta Nikah;

(c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan;

(d) adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan;

(e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974;

Ayat (4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau istri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan ini.

Buku nikah juga merupakan bentuk dari ketertiban perkawinan dalam masyarakat serta melindungi martabat dan kesucian perkawinan. Selain itu juga untuk menanggulangi penyimpanan rukun dan syarat-syarat perkawinan. Kedudukan Buku Nikah UU Perkawinan

[ruby_related total=5 layout=5]

[ruby_static_newsletter]
Previous Article Amanat UUD 1945 Dukung Kemerdekaan Palestina Amanat UUD 1945 Dukung Kemerdekaan Palestina
Next Article Pasal KHI Tentang Pembagian Harta 13 Pasal KHI Tentang Pembagian Harta Kekayaan dalam Perkawinan
Leave a comment

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified Blog

Seedbacklink
//

Layanan jasa hukum terpercaya di Indonesia yang siap melayani masyarakat dalam kasus hukum dan lainnya.

Sign Up for Our Newsletter

Subscribe to our newsletter to get our newest articles instantly!

[mc4wp_form id=”1616″]

Biro Hukum IndonesiaBiro Hukum Indonesia
Follow US
© 2024 Biro Hukum Network.
  • Sitemap
  • Redaksi
  • Kebijakan Privasi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
Join Us!

Subscribe to our newsletter and never miss our latest news, podcasts etc..

[mc4wp_form]
Zero spam, Unsubscribe at any time.
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?