BIROHUKUMINDONESIA.COM – Kebebasan pers adalah salah satu pilar penting dalam demokrasi. Di Indonesia, kebebasan pers telah diakui secara hukum, namun dalam praktiknya masih menghadapi banyak tantangan. Tidak sedikit jurnalis yang mengalami intimidasi, kekerasan, bahkan kriminalisasi saat menjalankan tugasnya. Lalu, sejauh mana sebenarnya perlindungan hukum bagi jurnalis di Indonesia?
Pengakuan Kebebasan Pers dalam Hukum Indonesia
Secara konstitusional, kebebasan pers dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28F yang menyebutkan:
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Selain itu, Indonesia juga memiliki Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. UU ini menjadi dasar hukum utama yang mengatur aktivitas pers di Indonesia, termasuk perlindungan terhadap jurnalis.
Isi Penting dari UU Pers No. 40 Tahun 1999
Undang-undang ini menegaskan bahwa pers nasional memiliki kemerdekaan sebagai sarana informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Beberapa poin penting yang berkaitan dengan perlindungan hukum antara lain:
- Pasal 4 ayat (1): “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.”
- Pasal 4 ayat (2): “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.”
- Pasal 8: “Dalam melaksanakan profesinya, jurnalis mendapat perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan perusahaan pers.”
Dengan kata lain, secara hukum jurnalis dilindungi dari upaya intimidasi atau intervensi saat menjalankan tugasnya. Pers juga berhak untuk memberitakan fakta secara bebas, selama sesuai dengan etika jurnalistik.
Kode Etik Jurnalistik sebagai Pedoman
Selain perlindungan dari UU, jurnalis juga terikat oleh Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Kode etik ini mengatur prinsip-prinsip kerja wartawan seperti independensi, akurasi, tidak menyebar hoaks, serta menghormati privasi dan hak narasumber.
Dengan menjalankan profesi sesuai kode etik, jurnalis memiliki posisi yang kuat secara hukum apabila di kemudian hari mendapat tekanan atau dilaporkan secara hukum.
Ancaman terhadap Kebebasan Pers
Meskipun kebebasan pers sudah diatur dalam UU Pers, kenyataannya jurnalis masih bisa tersandung pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terutama Pasal 27 dan 28 yang berkaitan dengan pencemaran nama baik atau penyebaran berita bohong.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa jurnalis dilaporkan ke polisi atas berita yang mereka tulis. Padahal, jika sengketa itu terjadi karena pemberitaan, seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hak jawab atau hak koreksi yang juga diatur dalam UU Pers.
Dalam banyak kasus, pelaporan ini tidak melalui Dewan Pers, melainkan langsung ke aparat penegak hukum. Hal inilah yang membuat jurnalis berada dalam posisi rentan, meski secara hukum mereka seharusnya dilindungi.
Peran Dewan Pers dalam Melindungi Jurnalis
Dewan Pers memiliki peran penting sebagai lembaga independen yang menjembatani sengketa pers antara jurnalis dan pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan. Jika terjadi konflik, Dewan Pers dapat melakukan mediasi, klarifikasi, dan memberikan rekomendasi agar masalah tidak langsung dibawa ke ranah hukum pidana.
Namun, peran Dewan Pers seringkali dilewati ketika ada pihak yang lebih memilih jalur hukum. Inilah salah satu sebab mengapa perlindungan terhadap jurnalis di lapangan masih belum sepenuhnya efektif.
Apakah Perlindungan Hukum Sudah Cukup?
Di atas kertas, perlindungan hukum terhadap kebebasan pers di Indonesia cukup kuat. Namun dalam praktiknya, masih banyak jurnalis yang mengalami:
- Kekerasan fisik saat meliput demonstrasi atau konflik
- Intimidasi dari oknum aparat atau kelompok tertentu
- Kriminalisasi lewat UU ITE atau KUHP baru
- Pemblokiran atau pembredelan media online secara sepihak
Kondisi ini menunjukkan bahwa implementasi hukum masih belum optimal. Perlu penguatan di lapangan agar hukum benar-benar menjadi tameng bagi jurnalis, bukan sebaliknya menjadi alat pembungkam.
Kebebasan pers di Indonesia sudah diakui secara hukum, terutama melalui UUD 1945 dan UU Pers No. 40 Tahun 1999. Jurnalis juga dilindungi melalui kode etik dan peran Dewan Pers. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ancaman terhadap kebebasan pers masih ada, terutama melalui kriminalisasi dan pasal-pasal multitafsir seperti di UU ITE.
Agar demokrasi berjalan sehat, jurnalis perlu dilindungi secara nyata, bukan hanya dalam dokumen hukum. Semua pihak baik pemerintah, masyarakat, maupun media sendiri harus sama-sama menjaga ruang kebebasan berekspresi yang adil dan bertanggung jawab.
Baca Juga : Waspada! Maraknya Penipuan M-Banking untuk Menguras Saldo, Ini Cara Menghindarinya