Sebagaimana diketahui, hak memilih dalam pemilihan umum (Pemilu) tidak hanya berlaku bagi masyarakat umum, namun juga bagi kelompok tertentu seperti narapidana dan narapidana yang tinggal di lembaga pemasyarakatan dan lembaga pemasyarakatan. Hak Pemilu Mantan Narapidana
Menjamin perlindungan hak asasi manusia (HAM) di negara yang sah Hal ini dianggap sebagai syarat yang diperlukan untuk hidup di suatu negara. Pasal 3 Pasal 28D UUD 1945 menyatakan “setiap orang mempunyai hak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”
Keputusan perlindungan hak asasi manusia merupakan inti dari UUD 45 berdasarkan pasal tersebut, warga negara mempunyai hak untuk memilih dalam pemilu. Pemilihan umum, termasuk pemilihan umum legislatif, mempunyai hak untuk memilih dan dipilih Itu adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945.
Hak untuk memilih pejabat publik adalah bagian dari hak asasi manusia, Hal ini diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999. Mengenai hak asasi manusia, ayat 1 pasal 43 berbunyi sebagai berikut: Setiap warga negara mempunyai hak untuk memilih dan memilih dalam pemilu. Secara luas didasarkan pada persamaan hak suara bersifat adil, terbuka, bebas, rahasia, jujur dan adil, sesuai dengan ketentuan hukum.
Indonesia mengakui adanya hak-hak tersebut dengan mengaturnya dalam undang-undang, salah satunya adalah hak politik mantan narapidana untuk menduduki jabatan publik. Undang-undang dan keputusan yang melarang terpidana korupsi menduduki jabatan publik (seperti UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah) Pasal 58f yang berarti ditangkap karena tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lebih dari lima tahun. mengatakan bahwa dia tidak dijatuhi hukuman penjara menurut hukum.
Namun dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-VII/2009 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 46 P/HUM/2018 disebutkan bahwa mantan narapidana dapat menduduki jabatan publik selama lima tahun. Hal ini terjadi bertahun-tahun setelah hukuman penjara dijalani dan kebenaran publik bahwa yang dimaksud adalah mantan narapidana. Hak Pemilu Mantan Narapidana
Berikut penjelasan Hak Pemilu Mantan Narapidana
Mantan pelaku adalah orang yang telah divonis bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Mantan pelaku adalah seseorang yang pernah dijatuhi hukuman penjara. Sekalipun mantan pelaku pernah dihukum karena melakukan tindak pidana, misalnya seseorang dapat dijatuhi hukuman penjara, hal ini tidak berarti bahwa ia harus dipenjara. Seseorang yang telah divonis bersalah dan ditempatkan dalam masa percobaan dianggap sebagai mantan pelaku.
Contoh tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara minimal 5 tahun:
Pembunuhan tersebut didasarkan pada Pasal 338, Pasal 339 KUHP (yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan) dan Pasal 1 dan 458 UU 1/2023 (yang mulai berlaku hanya tiga tahun setelah tanggal tersebut). publikasi), yaitu pada tahun 2026), yang dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan 20 tahun penjara. Hak Pemilu Mantan Narapidana

Tindak pidana pendanaan teroris yang diatur dalam Pasal 4 UU 9/2013 diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Hak Pemilu Mantan Narapidana
Pelaku korupsi juga merupakan kejahatan luar biasa. Basis kasus korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan, tentunya hal ini harus menjadi dasar mengapa sulitnya mendapatkan kembali kepercayaan para mantan pelaku korupsi untuk kembali mengikuti pemilu 2024 dan mengisi jabatan publik.
Pasal 73 UU Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999 menyatakan bahwa pembatasan atau pengingkaran terhadap hak asasi manusia hanya diperbolehkan dengan undang-undang. Tujuannya adalah untuk menjamin penghormatan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, termasuk kebebasan orang lain, moralitas, kehidupan bermasyarakat, dan kepentingan nasional. Hak Pemilu Mantan Narapidana
Berdasarkan kedua kondisi tersebut, maka dasar hukum hakim memutus perampasan hak politik sangat beralasan. Penghapusan hak pilih, khususnya hak pilih, dapat dianggap sebagai bentuk hukuman selain hukuman aslinya. Hak politiknya dicabut karena hakim memutuskan pria tersebut tidak dapat dipercaya untuk menjalankan jabatan publik yang dipercayakan kepadanya.
Namun perlu disampaikan bahwa pengertian dan ruang lingkup jabatan publik yang dapat dicabut oleh hakim pengadilan tipikor tidak bisa sembarangan. Itu harus terukur dan jelas. Sesuai dengan ketentuan pasal 25 UU 12/2005, penindasan terhadap hak politik hanya berlaku “hanya” terhadap jabatan-jabatan politik yang diperoleh melalui pemilu, seperti wakil rakyat, suku, gubernur, presiden, dan lain-lain, pemberhentian mereka yang: Tidak akan menjabat dilakukan untuk selalu. Hak Pemilu Mantan Narapidana