Pertama kali dalam sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) terjadi dissenting opinion pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pemilu pilpres 2024 terhadap Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Pasangan calon (Paslon) 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dan Paslon 03 Ganjar Pranowo dan Mahmud MD mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) namun Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak seluruh permohonannya.
Ada tiga dari delapan hakim Mahkamah Konstitusi yang menyatakan dissenting opinion, yakni Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Mari kita cari tahu apa itu dissenting opinion!
Menurut artikel ilmiah berjudul, “Kedudukan Dissenting Opinion Sebagai Ekspresi Kebebasan Tertinggi Hakim” yang ditulis oleh Arsha Nurul Huda selaku Hakim Pengadilan Agama Kwandang dalam laman resmi badilag MA.
Dissenting opinion adalah situasi dimana terjadi perbedaan pendapat antar hakim terhadap suatu perkara yang sedang ditanganinya. Ada seorang hakim atau lebih yang menyatakan tidak persetujuannya terhadap keputusan yang diambil dari kebanyakan hakim dalam suatu persidangan.
Pendapat yang berbeda dari seorang hakim atau lebih dari pendapat mayoritas para hakim akan tetap dimasukkan dalam keputusan, namun tidak menjadi tolak ukur yang mengharuskan dan tetap menjadi bagian dari sebuah putusan mahkamah konstitusi.
Dikutip dari detik.com, kebijakan yang mengatur tentang ‘Dissenting Opinion’ dalam sistem hukum di indonesia tercantum di Undang-Undang (UU) No. 48 Th. 2009 pasal 14 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai berikut :
- Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia.
- Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
- Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.
Mahkamah Konstitusi mengungkapkan bahwa permohonan oleh penggugat mengenai kecurangan-kecurangan pada Pemilihan Umum Pilpres 2024 tidak dapat dibuktikan. Meskipun ada tiga hakim yang memiliki dissenting opinion atau pendapat yang berbeda.

Baca juga : Kejahatan Kemanusiaan HAM Internasional